Selasa, 01 Mei 2018

Isra’ Mi’raj: Sepotong Kenangan dan Janji Kemenangan


Isra’ Mi’raj: Sepotong Kenangan dan Janji Kemenangan
Oleh: Yoga A.
            Setiap peradaban di seluruh dunia memiliki ciri khasnya sendiri untuk menyatakan identitasnya sebagai sebuah kumpulan manusia yang diikat oleh sebuah sistem sosial merdeka. Termasuk dalam hal penanggalan. Bagi umat dan peradaban muslim khususnya, sistem kalender menggunakan penanggalan hijriyah, yang didasari pada peredaran bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan). Dan di antara dua belas bulan yang disepakati, kita selalu mengingati Rajab sebagai salah satu bulan istimewa.
            Pada tanggal 27 Rajab empat belas abad yang lalu, junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW. telah melakukan sebuah perjalan suprarasional dengan melintasi Masjidil Haram di Makkah menuju Masjid Al-Aqsa di Palestina, naik ke langit ke tujuh dan turun lagi dengan perintah kewajiban shalat.
            Allah telah menorehkannya abadi dalam surah Al-Isra’ ayat 1:
            “Maha suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa …[Q.S.Al-Isra:1]”
            Sungguh telah sekian kali diulas mengenai sejarah ceritera isra’ mi’raj oleh para muballigh-mubaligh, ustadz-ustadz, dalam berbagai bingkai acara dan tulisan. Oleh karenanya penulis telah memakai kacamata yang berbeda untuk melihat peristiwa ini sebagai sebuah tapak tilas dari reka peristiwa umat Islam sendiri.
            Dari Makkah ke Palestina
            Dalam tafsir Ibnu Katsir dikatakan, bahwa pada malam isra’ mi’raj itu Nabi Muhammad mengimami para Nabi terdahulu untuk sholat di Baitul Maqdis—tempat yang kini dipercaya orang-orang Yahudi sebagai bekas Haikal Nabi Sulaiman serta tempat tegaknya masjid Al-Aqsa di Palestina. Kenapa Baitul Maqdis? Ibnu Katsir menjawab ini dalam tafsirnya dengan kalimat ‘sebab di sanalah semua Nabi berasal sejak dari Nabi Ibrahim alaihissalam hingga Nabi Isa alaihissalam.”
            Palestina menjadi sepotong alur yang tak terpisahkan dari sejarah keislaman. Namanya disebut abadi dalam Al-Qur’an sebab keutamaannya. Ia adalah tanah para Nabi, negeri yang diberkahi. Bahkan kiblat pertama umat Islam mengarah ke Baitul Maqdis sebelum Allah menurunkan wahyu untuk memalingkan kiblat ke Arah Ka’bah di Makkah.
            Oleh karenanya, Rasulullah telah memimpikan kota ini sedari Beliau memimpi negeri Madinah, bercita-cita merengkuhnya dalam kekuasaan Islam. Ia bahkan dimuliakan sebagai tempat tersuci ketiga setelah Makkah dan Madinah.
            Dalam sebuah hadist dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Kami saling bertukar pikiran tentang, manakah yang lebih utama, masjid Rasulullah SAW. atau Baitul Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah SAW. Lalu Beliau bersabda, “Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik … [H.R. Thabrani]
            Kota Yang diperebutkan dan dibebaskan
            Nyatanya, dalam peta sejarah peradaban, Palestina telah mengambil posisinya dengan strategis sebagai kota suci yang diperebutkan oleh peradaban-peradaban besar dunia. Hal ini terbukti ketika tahun 622 M, bertepatan ketika Rasulullah berhijrah ke Madinah, Kekaisaran Persia tengah mengumumkan genderang perang dengan Kekaisaran Romawi. Tujuannya—merebut Palestina dari tangan kaum kristen Romawi. Tujuh tahun kemudian, peperangan atas nama yang sama dikobarkan kekaisaran Romawi melawan kekaisaran Persia. Dan Allah telah mengabadikan momen ini dalam Al-Qur’an surah Ar-rum ayat-ayat awal.
            “Akan dikalahkan bangsa Romawi, di negeri terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. [Q.S. Ar-Rum:1-4]
            Saat Islam telah mengokohkan dirinya, telah memantapkan derap pasukannya, telah percaya diri dengan janji Allah dan semangat syahid fi sabilillah serta janji syurga dari Allah yang Maha mulia, para pemimpinnya telah melirik mata untuk membebaskan Palestina ke dalam wilayah Islam. Para penguasa Romawi telah memperhitungkan kekuatan kaum muslimin di peta perpolitkan mereka. Usaha-usaha pembuka telah dimulai dari masa Rasulullah dengan dilancarkannya Perang Tabuk. Dan, barulah, ketika Khalifah Umar bin Khattab berkuasa, Amirul Mukminin itu mengutus Abu Ubaidah sebagai panglima perang pembebas negeri Syam. Negeri Syam terdiri dari Syria, Palestina, Yordania, Lebanon hari ini. Menaklukkan Syam sama artinya dengan menaklukkan Palestina.
            Ketika pada akhirnya Baitul Maqdis jatuh ke tangan umat Islam, Khalifah sendirilah yang menerima kunci kota itu dari Uskup Baitul Maqdis. Sejak itu, Palestina berada di bawah panji-panji Islam.
            Tapi, kita mengingat bahwa setelah pembebasan itu, terjadi serangkaian perang berdarah-darah dalam tapak tilas manusia. Palestina masih saja menjadi menu favorit para monarki sekitarannya untuk ditaklukkan. Dan peristiwa paling mengerikan terjadi dalam perang atas nama agama yang lebih populer dengan sebutan Perang Salib (1095-1291), dimana kota suci itu ditenggelamkan dalam darah dan penghancuran besar-besaran pasukan kristen. Baitul Maqdis berdiri sebagai kerajaan kristen. Barulah, ketika panglima Salahuddin datang, pasukan Kurdi-nya berhasil mengusir pasukan kristen itu kembali ke perairan mereka.
            Palestina: Sebuah konspirasi atas tanah yang dijanji
            Theodore Herzl, seorang tokoh Yahudi dari Austria, dalam bukunya, Zionist, telah menuliskan bahwa umat Yahudi di seluruh dunia memerlukan tanah air mereka—yang mereka yakini sebagai Palestina—untuk membangun sebuah negeri yang aman bagi Yahudi. Sebuah negeri Israel Raya akan terbentang dari Mesir menuju Iraq, melewati sungai Eufrat dan Nil. Sebuah penggambaran yang mereka tekuni berasal dari kejayaan masa lalu Nabi Daud.
            Dan oleh karenanyalah, sebab terpanggil oleh semangat nasionalisme, bangsa Yahudi telah bersusah lelah untuk mengambil alih ‘tanah yang dijanjikan’ ini menjadi milik mereka. Padahal, mereka telah terusir jauh hari, ketika mereka mendurhakai Allah dan berpaling dari peringatan Nabi-Nabi-Nya.
            Allah SWT. menceritakan kepada kita bagaimana mereka membangkang kepada Nabi Musa dengan ucapan sok dan tak sopan.
            “Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” [Q.S. Al-Maidah: 24]
            Namun, pada saat itu, Palestina masih berada di bawah kekuasaan kekhalifahan Utsmaniyah. Khalifah waktu itu, Abdul Hamid II, menolak tawaran Theodore Herzl, yang telah datang berkali-kali dan menawarkan sejumlah kompensasi dan harga atas tanah jika mereka diizinkan mengambil ‘sepotong’ Palestina dari kekhalifahan. Kendati kaum muslimin tengah berada di masa sakitnya, Khalifah Abdul Hamid menolak. Dan dalam memoarnya dia menuliskan,
            “Aku tak dapat menyerahkan tanah Palestina ini pada kalian. Sebab ia bukanlah milikku, tapi milik umat ini. Mereka yang telah berperang di jalan Allah, menyuburkan tanahnya dan menyiraminya dengan darah. Orang-orang Yahudi bisa menyimpan uang mereka. Jika suatu saat khilafah telah tiada, kalian dapat mengambil Palestina tanpa bayaran. Tapi selama napasku masih naik turun, akan lebih baik bagiku menekan sebilah pedang di dadaku daripada melihat Palestina terkoyak dan terpisah dari khilafah. Ini sesuatu yang takkan mungkin! Aku takkan mulai memotong diriku sendiri saat kami masih lagi hidup.”
            Hal itu benar-benar dilakukan Herzl. Lewat bantuan Inggris dalam deklarasi Balfour tahun 1948, setelah meruntuhkan khilafah, terbentuklah sebuah negeri Israel di atas tanah Palestina atas restu PBB. Tanah Syam dikoyak menjadi empat negara kecil. Sejak itu, An-nakbah, peristiwa pengusiran kaum muslimin dari tanah airnya sendiri mulai gencar dilakukan bangsa pendatang Israel.
            Palestina: Tanah Berkah yang terjajah, ibukota masa depan Khilafah
            Maka hingga kini, Palestina masih belum dapat melepaskan diri dari rengkuhan penjajahnya. Masih menangis tak berperi, masih melolong sendiri, masih mencoba bertahan kendati telah berdarah-darah. Anak-anaknya gugur sebagai syuhada dari satu hari ke hari yang lain. Para pemudanya telah bersudi hati mempersembahkan nyawa mereka sedari lahir. Gerakan intfadhah telah membuat harga nyawa jauh lebih murah daripada dunia serta isinya.
Mari sejenak mentafakkuri diri, menimbang rasa hati, bersudi menekurkan kepala di atas daging ayat-ayat suci, bahwa tanah berkah itu, yang dijajah dengan cara-cara bukan manusia hingga hari ini, adalah tanah dimana Nabi Muhammad memulai perjalanan suprarasionalnya untuk membawa perintah paling penting dalam Islam—sholat. Adalah tanah dimana Beliau mengimami para Nabi lainnya. Adalah tempat dimana jejak kakinya masih tercetak sempurna. Adalah kiblat pertama umat muslim sebelum Makkah. Palestina adalah bagian dari sejarah keumatan. Palestina adalah bagian dari tubuh kita.
Maka membiarkannya terjajah sama saja dengan membiarkan tubuh kita dicederai. Ingatlah bahwa Al-Maqdis adalah ibukota kekhalifahan masa depan.
Rasulullah bersabda, “Wahai Ibnu Hawalah, jika engkau telah melihat khilafah telah turun di Baitul Maqdis maka telah dekat terjadinya gempa, musibah, dan perkara yang besar (kiamat). [H.R. Abu Daud]
Untuk itu, dalam peringatan isra’ mi’raj ini, sudikanlah diri mengingat nasib Palestina, memanjatkan tangan ke langit dan berdoa. Moga-moga jalan pembebasan itu kian dekat.[]

Tidak ada komentar:

MAKNA SYUKUR DAN SABAR

  Oleh : Jihan Nabila Luqiana   Apa yang terlintas di benak kita tentang makna syukur? Apakah dikatakan bersyukur jika sesuatu yang dikabu...