Kamis, 17 Mei 2018

Berbenah Diri Menyambut Bulan Pengampunan



Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni”. (HR. Bukhari Muslim)
Bagi seorang muslim, tentulah kedatangan bulan Ramadhan, bulan penuh pengampunan, juga bulan penuh rahmat akan disambut dengan rasa gembira dan penuh syukur. karena Ramadhan merupakan bulan maghfirah, rahmat dan menuai pahala serta sarana menjadi orang yang muttaqin. Bulan ini merupakan kesempatan yang sangat berharga dan sangat ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. dan ingin meraih ridha-Nya.
 Rasulullah Saw bersabda:
Telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, Allah mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga di buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka di tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr) yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi dari keutamaan yang agung ” (HR An-Nasa’i)
            Dalam menyambut bulan yang suci ini, kita umat Islam sepantasnya membenahi diri dengan berbagai hal yang perlu dipersiapkan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan atau melakukan sesuatu yang menyimpang dari ajaran Islam. Karena dalam Islam segala sesuatu telah diatur dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai karena kurangnya persiapan diri, baik iman, ilmu, atau pun fisik kita menjalankan ibadah puasa dengan keadaan sia-sia. Seperti sabda Rasulullah Saw:
Terkadang orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali lapar dan dahaga saja” (HR Ibnu Majah)
            Tentu tidak seorang pun yang ingin ibadah puasanya menjadi sesuatu yang sia-sia, semua orang pasti bertekad ingin mendapatkan buah yang manis dari aktivitas ibadah yang telah dilakukan. Terkait dengan hal urgent tersebut, kita perlu membenahi diri kita untuk menyambut bulan suci ini dengan berbagai persiapan-persiapan yang tentunya sesuai dengan syariat Islam yaitu sebagai berikut:

Senantiasa berdoa kepada Allah Swt, manusia hakikatnya adalah sebagai hamba, dan sebagai hamba seorang manusia harus senantiasa mengabdi kepada Allah Swt. Manusia sebagai hamba yang dhaif, senantiasa berdoa dan meminta kepada Allah dan hanya kepada Allah. Manusia sebagai hamba berdoa bukan hanya ketika ada masalah atau ada hajat-hajat yang ingin dicapai. Dalam kondisi dan keadaan apapun, manusia harus senantiasa berdoa dan meminta kepada Allah. Terkait akan datangnya tamu yang paling mulia ini, sepantasnya kita sebagai hamba meminta berdoa dan meminta kepada Allah Swt agar Allah Swt memberikan kita kesempatan untuk bisa bertemu dan menikmati berkahnya Ramadhan.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah SAW semenjak memasuki bulan Rajab mengucapkan doa :
Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikan umur kami di bulan Ramadhan” (HR Ahmad dan Ath-Thabarani, tapi sanadnya dho'if)
Karena kita ketahui bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istemewa di antara bulan-bulan lainnya. Sungguh sangat bahagia dengan diberinya kita kesempatan kepada kita untuk menikmati berkahnya Ramadhan.
Dalam menjalankan ibadah puasa, tentu kita harus dalam keadaan sehat wal’afiat. Maka berdoalah agar Allah  Swt selalu memberikan kita kesehatan dengan niat nikmat sehat tersebut untuk dapat menjalankan ibadah yang Allah Swt perintahkan bukan dengan niat yang lain. Dalam menyambut Ramadhan kita juga tak lupa untuk berdoa kepada Allah Swt agar kita senantiasa dihindarkan dari berbagai hal-hal yang mungkin dapat mengganggu konsentrasi kita dalam menjalankan ibadah. Baik itu pekerjaan, kegiatan rutinitas atau bahkan kesibukan lain yang tak berfaedah. Di bulan ini, saatnya kita untuk untuk lebih fokus lagi dalam menjalankan ibadah.
Allah Swt beri kita waktu selama dua belas bulan, dan dari dua belas bulan yang Allah berikan, cobalah kita tekadkan dan fokuskan diri untuk beribadah seefektif dan seefesien mungkin pada sebulan yakni pada bulan Ramadhan yang berkah ini  karena kita sadari bahwa sebelas bulan yang kita lewati, kita disibukkan dengan hal-hal lain sehingga dalam menjalankan ibadah masih kurang efektif dan efisien. Jika diibaratkan sebuah Handphone, pengisian baterai Handphone adalah waktu kita menjalankan ibadah Ramadhan. Jadi semaksimal mungkin kita prioritaskan untuk beribadah dalam bulan penuh berkah ini.
Diriwayatkan juga bahwa saat Ramadhan tiba, Rasulullah Saw berdo'a:
Ya Allah, selamatkan saya untuk Ramadhan dan selamatkan Ramadhan untukku dan selamatkan dia sebagai amal yang diterima untukku” (H.R Ath-Thabarani dan Ad-Dailami)

Menyelesaikan utang puasa tahun lalu, setiap orang pasti tahu bahwa setiap utang yang kita buat wajib bagi kita untuk membayar utang tersebut. Begitu juga dengan puasa, mungkin pada Ramadhan yang lalu seseorang tidak dapat melakukan atau menjalankan ibadah puasa dengan npenuh. Terkhususnya bagi wanita, yang pada umumnya tidak dapat berpuasa dengan full selama bulan Ramadhan dikarenakan seorang wanita yang normal tidak mungkin dapat berpuasa dengan penuh karena Allah Swt memberikan keistimewaan kepada wanita yakni Haid yang datang sebulan sekali yang mana wanita yang haid tidak sah untuk menjalankan ibadah puasa. Atau mungkin disebabkan hal lainnya seperti mungkin sakit pada saat Ramadhan tahun lalu atau sedang dalam perjalanan. Terkait dengan hal ini, wajib bagi seorang Muslim untuk mengganti puasa yang tidak dapat dilakukannya pada bulan Ramadhan lalu.

Persiapan Keilmuan, dalam menjalankan suatu ibadah kita harus tahu dan paham ilmu tentang ibadah yang akan kita kerjakan. Baik dari hukumnya, niatnya serta tata cara untuk melaksanakan ibadah tersebut. Begitu juga dengan puasa, dalam menyambut Ramadhan kita perlu mempersiapkan ilmu terutama yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas ibadah yang akan kita jalankan. Baik itu ilmu tentang puasa, shalat tarawih, witir, I’tiqaf, dan lainnya. Apalagi sekarang ini, sudah tidak susah lagi untuk mendapatkan ilmu, dengan sekejap kita bisa mencari atau mempelajari kembali ilmu tentang puasa. Baik melalui searching di internet, mendengarkan ceramah dari ustadz/ah atau dari buku-buku.
Allah SWT berfirman:
"Maka bertanyalah kepada ahli dzikir jika kalian tidak mengetahui" (QS. Al-Anbiya' : 7)
Persiapan jiwa dan spiritual, maksudnya disini adalah kita harus mempersiapkan diri secara lahir dan bathin untuk melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya yang akan kita jalankan di bulan suci ini, baik tarawihnya atau ibadah lainnya, yaitu dengan hati yang ikhlas semata-mata karena Allah. Kita perlu mempersiapkan jiwa dan spiritual agar kita dapat merasakan berkah dan nikmatnya bulan pengampunan ini. Penyucian jiwa kita lakukan dengan amal-amal ibadah sehingga melahirkan keikhlasan, kesabaran, tawakkal. Salah satu cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk menyambut bulan pengampunan adalah dengan melaksanakan puasa di bulan Sya’ban.
Aishah ra, berkata” Aku belum pernah melihat Nabi Saw berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat Nabi Saw berpuasa sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya’ban” (HR Bukhari dan Muslim)

Persiapan FisikPersiapan fisik dilakukan dengan menjaga kesehatan dimana kita berusaha untuk menjaga kesehatan jiwa agar tetap sehat dan kuat di bulan Ramadhan yang sangat urgent ini. Kesehatan menjadi salah satu modal yang sangat utama dalam melaksanakan ibadah, kita dapat menjaga kesehatan dengan pola makan yang teratur, tidur yang cukup serta menkonsumsi suplemen-suplemen makanan maupun minuman yang dapat mempertahankan daya tahan tubuh kita.

            Persiapan Ekonomi yang Baik, Allah Swt telah memberikan kita sebelas bulan untuk mencari rezeki dari Allah, kita sebagai hamba seharusnya mempersiapkan ekonomi dalam penyambutan Ramadhan. Maksudnya disini bukan mempersiapkan ekonomi untuk berfoya-foya atau menjadikan bulan Ramadhan sebagai penghalang kita untuk bekerja. Tapi, di Ramadhan ini kita lebih memprioritaskan ibadah dibanding dengan pencarian nafkah. Sehingga pada sebelumnya, kita harus mempersiapkan perekonomian kita sebaik mungkin agar dalam Ramadhan kita bisa fokus dalam beribadah. Selain itu, di Ramadhan adalah bulan berlipat ganda pahala, maka dengan keutamaan Ramadhan ini kita niatkan untuk mampu bersedekah dan berinfaq lebih di banding pada bulan-bulan sebelumnya. Atau bahkan membuat acara ifthar (memberi buka puasa) bagi orang-orang yang berpuasa. Tapi tentunya harus diniatkan karena hanya karena Allah Swt semata.

Menyusun perencnaan yang baik untuk optimalisasi Ramadhan, Banyak orang menyusun rencana matang dan rinci untuk urusan dunianya, namun, sering sekali lupa menyusun rencana yang baik untuk akhiratnya. Ini pertanda bahwa mereka belum memahami dengan baik misi hidupnya. Karenanya, banyak peluang kebaikan luput dari mereka. Mengingat Ramadhan banyak menjanjikan berbagai kebaikan, sudah selayaknya bila seorang muslim memiliki rencana yang matang dalam persiapan Ramadhan, perencanaan kita misalnya shalat sunnahnya tidak boleh tinggal, minimal khatam Al-Qur’an sekali saat bulan Ramadhan, sedekah dan infaq setiap hari, atau rencana-rencana lainnya.
Buletin Edisi 15 
Luly Febriani


Sebab Skenario Allah yang Terbaik (Cerpen)



Malam dingin yang berhembus menghampiri jiwa yang sunyi ini seakan-akan ingin membisikkan  sesuatu ke telinga Syifa. Di remang-remang malam, Syifa dan Aini berjalan pulang menuju ke rumah. Kebetulan usai shalat Tarawih tadi, Syifa dan Aini tidak langsung pulang. Syifa dan Aini menyempatkan diri mengikuti tadarusan di Mesjid.  Sehingga, bibinya Syifa dan yang lainnya duluan pulang ke rumah.  Dari kejauhan,  suara tadarusan masih terdengar samar-samar.
“Syifa, besok kita ikut tadarusan lagi yuuuk.! (Ajak Aini dengan semangat)
“ Hayuuk, Syifa pun suka lah tadarusan disana. Ustadzahnya baik, dan suara ngajinya patut diacungi jempol” ( Balas Syifa tak kalah semangat dari Aini)
“Hhhmm, Aini mau lah kayak ustadzah itu. Banyak orang yang suka, hidupnya pasti bahagia dunia akhirat”
“ Hahahah...kesambet setan apa sih Aini. Tumben, biasanya pengen jadi artis, biar banyak yang fans. Kwkwkwk....” (Ledek Syifa)
“iiihhh, Syifa kok gitu. Aini serius loh ini, gak tau kenapa hati Aini terasa tentram banget lihat Ustadzah tadi” (Pasang muka serius)
“Maa Syaa Allah, akhirnya Aini mengakui juga bahwa tidak ada suara yang paling menentramkan hati selain lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. . Syifa suka dengar Aini bilang seperti ini” (Tersenyum bahagia pada Aini)
“Hahaha....ketipu anak orang. Baper amat sih neng jadi orang. Kwkkwkwk”
“Aini....” (teriak Syifa sambil mengejar Aini yang berlari terlebih dahulu)
            Sesampai di halaman rumah, masih terlihat mamanya Aini yang merupakan adik dari mamanya Syifa berbincang serius dengan bibinya Syifa. Syifa tinggal bersama bibinya, dan jarak rumah bibinya Syifa dengan rumah Aini tidak terlalu jauh. Sehingga, silaturahmi keluarga ini cukup terjalin. Tapi, saat kedatangan Aini yang dikejar Syifa, sontak mengubah suasana. Suasana pembicaraan yang tadi serius tiba-tiba terdiam dan memandangi kedatangan Aini dan Syifa.
“Bibi sama tante kok jadi pada diam sih, trus  pandangi Syifa seperti itu lagi? Apa ada yang salah sama Syifa tan?” (Tanya Syifa dengan muka kebingungan dan memperhatikan keadaan dirinya)
“ Ooo..tidak ada yang salah kok Syifa. Tante sama bibi cuma terkejut dengan kalian berdua. Tumben lama pulang, biasanya imam belum  siap baca doa, Syifa sama Aini udah kabur duluan pulang ” (Jawab tante Syifa dengan nada agak sedikit terbata-bata.)
“Heheheh....tante bisa aja. Syifa sama Aini tadi ikut tadarusan tan, makanya agak lama”
“Iya ma, besok Syifa sama Aini mau ikut tadarusan lagi. Ustadzahnya, beeehhhh...Ajiib” (Sambung Aini dengan mengacungkan kedua jempolnya)
“Maa Syaa Allah, gitu dong. Ini baru namanya putri-putri bibi. Kalo begini terus, nanti pas lebaran bibi kasih THR lebih deh ” (Balas bibinya Syifa dengan senyum)
“Horeee....asyik....asyik dapat THR lebih dari bibi kami yang paaaliiiing comel” (ujar Syifa dan Aini serempak sambil memandangi bibinya)
            Bibinya Syifa dan Aini  belum mempunyai anak, sehingga bibinya Syifa  memohon dengan sangat pada mamanya Syifa untuk mengizinkan Syifa tinggal bersamanya dan bersekolah disana. Sebenarnya Syifa pada awalnya tidak mau untuk tinggal bersama bibinya, karena Syifa ingin sekolah bersama teman-temannya. Namun, karena keadaan dan kebaikannya bibinya Syifa, Syifa terpaksa mau untuk tinggal bersama bibinya.
Perlahan-lahan Syifa pun mulai suka dan merasa nyaman tinggal disana. Ditambah lagi, Syifa ditemani sepupunya yang seumuran dengannya yang super kocak dan mengasyikkan. Sehingga waktu berputar terasa cepat bagi Syifa, Syifa merasa baru kemarin ia masuk ke salah satu sekolah negeri di dekat rumah bibinya. Tak tahunya sekarang  Syifa dan Aini sudah mau masuk kuliah saja.
Pagi yang begitu cerah menyambut hangatnya persaudaraan antara Syifa dan Aini . Aini yang datang ke rumah Syifa dengan wajah yang cukup masam mengundang pertanyaan bagi Syifa.
“  Pagi-pagi lagi muka udah seperti itu sih. Itu muka atau jeruk purut sih, masam bener” (Tanya Syifa heran)
“Apaan sih Syifa? (balas Aini dengan nada kesal)
“Iihh kok gitu sih neng, pagi itu disambut dengan senyuman dan penuh syukur karena Allah masih beri kita nafas untuk menjalani hidup. Bukan dengan muka masam gini, kesannya kayak gak mensyukuri nikmat yang Allah berikan loh Aini ku sayang” (Jelas Syifa mendekati Aini yang duduk di lantai)
“Ngomongnya enak, tapi jalaninya susah. Aini gak suka lah skenario Allah buat Aini, Aini udah tiap hari berdoa minta sama Allah agar lulus di Universitas favorit Aini. Tapi apa? Syifa gak ada yang lulus tuh. Aini malas jalani hidup ini, Aini benci” (Ujar Aini dengan nada tinggi)
“Astagfirullah Aini sayang. Pantang ngomong gitu, Allah lebih tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya. Allah pasti ada rencana lain yang lebih indah buat Aini. Allah lah sang Maha Penentu, yang tau kapan saat yang tepat mengabulkan harapan paling terbaik bagi hamba-Nya” (Ceramah Syifa dengan muka serius memandangi Aini)
“iya..iya.. paham ustadzah (dengan suara meledek Syifa sambil ketawa kecil)
“Eehhh..kok ketawa sih, orang lagi serius juga” (balas syifa dengan sedikit kesal)
“Heheheh...lucu aja liat muka mu fa. Aini gak pernah nyangka ternyata Syifa yang terkenal manja mampu mengeluarkan kata-kata bijak seperti itu. Oh iya, kalo Aini liha-lihat ni ya, Syifa ada bibit-bibit jadi ustadzah loh. Pengganti ustadzah samalam. Kwkwkwk” (Canda Aini)
“ Huuuhh...Aini...Aini. Syifa benar-benarheran deh dengan sifatmu, tadi datang muka kesal tingkat dewa, eeh sekarang udah  ledek Syifa aja. Cepat amat sih neng moodmu berubah” (Tambah Syifa dengan wajah senang)
“ Ya..iya lah. Aini gitu loh (Nada sombong sambil berkaca menyisir rambut) Tapi maksud dari perkataan Syifa yang tadi apa,  Allah lebih tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya” tanya Aini
“ Giniloh neng, Sekuat apa pun kita berusaha untuk mendapatkan sesuatu, jika Allah tidak berkenan. Maka keinginan kita untuk  itu tak akan pernah tercapai. Tapi jika Allah berkehendak, detik ini pun Allah akan berikan keinginan Aini. Allah tidak mengabulkan permintaan Aini untuk lulus di Universitas favorit Aini, karena memang itu yang terbaik bagi Aini. Misalnya, jika Aini diterima di universitas tersebut, bisa saja Aini tidak sanggup pisah dari tante. Aini belum cukup mandiri menjalani hidup jauh dari orangtua Aini. Makanya, Allah belum kabulkan keinginan Aini. Insya Allah, dengan waktu yang tempat Allah akan menjawab semua doa-doa Aini. Pokoknya Aini harus terus berusaha dan berdoa, jangan pernah menyerah” (jelas Syifa)
“ iya ya Syifa, Aini paham. Aini akan mencoba untuk ikhlas. Makasih yaa Syifa, Syifa emang paling the best lah, paling paham sama Aini” (mendekat dan memeluk Syifa)
            Disaat Aini dan Syifa sedang bermanja-manja, tiba-tiba mamanya Aini datang dan berbicara serius dengan bibinya Syifa.  Aini dan Syifa tidak begitu memperhatikan mama dan bibinya berbicara. Mereka kembali disibukkan dengan bank-bank soal untuk persiapan tes masuk perguruan tinggi.
“ Syifa siap-siap ya, kita pulang ke rumah Syifa hari ini ya” (Kata Bibi Syifa dengan wajah sedih dan memandangi Syifa)
“Wah..asyik..asyik pulang ke rumah. Syifa udah kangen banget sama ayah. Bibi memang paling pengertian deh sama Syifa” ungkap Syifa dengan bahagia.”
“Aini juga mau ikut ya ma”
“iya, kita semua pergi kesana. Tapi bibimu sama Syifa duluan ya, mama sama Aini menyusul ya nak” Kata mama Aini
            Sebenarnya, Syifa sedikit kebingungan dengan pembicaraan pagi ini. Syifa memang selalu minta untuk pulang ke rumahnya. Namun bibinya selalu menunda-nunda untuk pergi ke rumah Syifa, karena disibukkan dengan pekerjaanya.
            Terkait dengan hal tersebut, Syifa merasa ada yang salah dengan permintaan bibinya untuk pulang ke rumah Syifa. Tapi,  Syifa tidak ambil pusing, Syifa merasa bahwa ini adalah jawaban atas doa-doanya kepada Allah.
            Selama perjalanan pulang, Syifa banyak melamun. Tidak tahu apa yang dipikirkan Syifa. Begitu juga dengan bibinya Syifa. Wajahnya terlihat sedih dan sedikit khawatir, sekali-kali dia juga memandangi wajah Syifa yang begitu polos dan pengertian terhadap orang lain. Bibinya merasa bersalah sama Syifa karena pada sebelumnya dia tidak mengabulkan permintaan Syifa untuk pulang.
            Sesampai di depan rumah, Syifa melihat di depan rumahnya sangat ramai orang, dia melihat bendera merah berdiri di rumahnya. Tenda-tenda juga tengah berdiri menyambut kedatangan Syifa yang malang.
            Air mata Syifa menetes tiada henti, bahkan dia menangis sekuat mungkin tanpa peduli lagi dengan orang-orang sekitarnya. Syifa teringat semua hal yang ia pikirkan semalam. Tentang perasaannya yang tidak baik serta sikap bibinya yang tiba-tiba mengajak Syifa pulang ke rumah. Syifa menangis dengan histeris , kakinya lemah tak mampu untuk melangkah. Bibi Syifa berusaha untuk menguatkan Syifa.
“Syifa harus kuat sayang, setiap makhluk yang bernyawa pasti akan kembali kepada Sang Pencipta. Kita juga akan pergi kesana sayang, kita hanya menunggu giliran saja sayang, Syifa yang kuat yang sayang. Istighfar sayang” (Kuatkan bibi Syifa sambil memeluk,mendekap dan mencium Syifa  dengan tangis yang tak tertahankan)
“Bibi....apa ini bibi, katakan pada Syifa bahwa ini hanya mimpi bi. Ini hanya mimpi buruk Syifa bi, katakan bi” (isak Syifa memaksa bibinya)
“Sayang, yang sabar. Syifa harus kuat, ayo kita masuk, Syifa bukannya rindu sama ayah Syifa, ayoo kita lihat ayah Syifa sayang” ajak bibi Syifa
“Nggak bi, Syifa gak mau masuk bi, Syifa takut menghadapinya bi, Syifa takut. Kita pulang ke rumah ya bi. Ayo bii, Syifa takut ” kata Syifa menarik tangan bibinya sambil menetaskan air mata.
            Orang-orang yang disana merasa iba dengan Syifa, mereka turut merasakan apa yang dirasakan Syifa. Syifa adalah anak yang dikenal baik oleh masyarakat. Syifa juga anak yang selalu ceria setiap saat, namun seketika Syifa menjadi orang yang paling menyedihkan. Kebahagiaan yang seharusnya Syifa temukan, malah duka yang menghampirinya.
            Dengan penuh kesabaran, bibinya Syifa berusaha menenangkan Syifa dan membawa Syifa ke rumah Syifa. Di rumah Syifa, Syifa melihat sekujur tubuh yang dulu kekar, yang selalu menjadi pelindung bagi Syifa, terkujur kaku tak bergerak.  Matanya terpejam, senyumnya tetap terpancar seakan-akan ingin mengatakan bahwa ia telah tenang untuk pergi ke hadapan Allah.
            Syifa kembali histeris, ia memeluk dan mencium sosok yang sangat ia rindukan tersebut. Tempat ia bermanja-manja dan orang yang menjadikannya sebagai ratu dalam kerajaan-kerajaan khayalan Syifa,  kini diam, terkujur kaku, dan hanya menantikan doa-doa yang dipanjatkan untuknya.
Syifa tidur di dekat ayah tercintanya yang kini tak bernyawa sambil memeluknya. Syifa masih tidak percaya bahwa Allah akan mengambil orang terpenting dalam hidup Syifa begitu Syifa.
“Syifa sayang.... sudah sayang” Suara yang tak asing bagi Syifa, yakni mamanya.
Syifa menoleh ke belakang, dan Syifa melihat wajah sang mama yang tak mampu lagi untuk mengeluarkan air matanya, yang penuh harapan dan kekuatan bagi Syifa.
“Mama....mengapa Allah tega ambil ayah begitu cepat, Syifa belum siap ma. Syifa belum ikhlas” Tanya Syifa dengan sedih
“Sayang, kalo Syifa benar-benar sayang dan cinta sama ayah Syifa, Syifa tidak akan bertindak seperti ini. Syifa yang sayang sama ayah pasti akan mengikhlaskan kepergian ayahnya Syifa. Hanya itu sayang, ayah Syifa tidak butuh air mata Syifa. Syifa hanya perlu mendoakan dan mengikhlaskan kepergiannya sayang. Ikhlaskan ayah sayang, biar ayah Syifa tenang” jelas mama Syifa
“ Astaghfirullah, Ya Allah ampuni Syifa Ya Allah, Syifa khilaf. Maaf kan Syifa yah, maafkan Syifa. Syifa belum menjadi anak yang berbakti dan membanggakan ayah. Syifa minta maaf ayah. Syifa janji, Syifa akan selalu mendoakan ayah, semoga ayah ditempatkan di tempat terbaik disisi Allah.” Syifa menghapus air matanya dan pergi mengambil wudhu. Syifa pun melatunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang diwarnai dengan air matanya yang tiada henti menetes yang ia panjatkan kepada ayah tercintanya.
***

Cerpen Kelas Menulis CDMA
(Luly Febriani)
Sahabathijrah212.blogspot.co.id

Senin, 14 Mei 2018

Sekeping Hati dan Sejuta Prasangka



Anak panah yang lusuh sebatang kara, bila berada di antara dua tangan yang mahir, pada kaki yang gagah berdiri, pada luapan debar emosi, dan pada khusyuk yang teramunisi. Maka tumbanglah musuh di depan mata tertembus olehnya. Sejauh apapun, tidak menjadi mustahil semua itu akan terjadi. Melesat menghujan tanpa ampun. Tragis memang, tapi begitulah luar biasanya kemampuan yang di padukan pada waktu yang tepat. Menjadi dahsyat.

            Sebenarnya, perumpamaan di atas adalah salah satu ulasan kecil bila kita telaah tentang dahsyatnya Prasangka dalam diri manusia. Siapapun, baik dari kaum adam maupun hawa pastilah memiliki sebentuk dari prasangka dalam dirinya. Meski baik ataupun buruk wujudnya. Dahsyat sekali. Bagai anak panah ia bisa menembus ruang dalam bentuk apa saja. Tak peduli keadaan. Tak peduli situasi. Tak peduli apapun konsekuensinya. Itulah prasangka yang kehilangan Ruh dan Iman di dalamnya. Membuta perilaku, tuli dari nasihat, dan kacau dalam bertindak. Berawal dari hal-hal yang rapuh, berakhir pula dengan lebur yang hancurnya tak menebar manfaat sedikitpun. Tapi menjadi ahsan sekali kalau ia hadir dan di perlakukan dengan Iman, di bawa dengan iman, dan berakhir dengan Iman pula. Manusia.
Ia hidup dalam debar pada degub jantung, pada denyut nadi, darah yang mengalir, nafas yang menderu, dua langkah yang berirama, atau dalam apa saja yang ada pada diri kita. Itulah prasangka, sumbernya dari mana saja. Mata, telinga, angin dan kabar burung, atau kenangan yang meracuni jernihnya hati kita. Lagi-lagi manusia.
            Dalam hidup, kita di hadapkan dengan berbagai macam peristiwa. Susah-senang, tangis-tawa, baik-buruk, gelap-terang. Semua yang terjadi adalah ketetapan dari skenario yang Allah tulis. Atas kehendak-Nya yang kuasa atas segala apapun. Maka di dalamnya terdapat marah, kesal, sedih, haru, senyum, tawa, dan bahagia. Wajarlah, kita memiliki sekeping hati yang merasakan itu semua. Manis atau tidaknya kehidupan, hatilah yang paling berperan merasakan itu semua.
            Maka menjadi penting dua perkara di atas untuk kita jaga dalam keadaan sebaik mungkin. Karena dari keduanya pula kita di jamah Ridha atau Murka. Karena pada keduanya pula ada kebaikan bila di nahkodai oleh kebenaran dan sabar. Karena pada keduanya terselip kekuatan manusia untuk meraih syurga dengan sempurna.
            Teruntuk kita, kenanglah kisah dari kekuatan prasangka.
Kala Kakak beradik itu duduk di teras sebuah ruko, berteman percik hujan dan dingin menyembilu. Lalu lalang mata si adik menjamah kendaraan yang lewat. Satu, dua, tiga, dan seterusnya. Terbata oleh dingin ia mengungkap andai pada sang kakak.
Kak, seandainya kita terlahir kaya. Orang berada. Hidup mewah. Tentulah kala hujan kita tak perlu sukar berteduh seperti ini. Cukup diam dan berhenti dalam mobil. Menikmati lagu melow dan sebotol minuman. Tanpa bersusah payah menutupi kepala, atau menepi di rumah-rumah orang.”
Angan yang tinggi. Diudarakan oleh lisan kecil penuh harapan. Sebuah “andai” yang salah dan memaksa, tapi wajar. Manusia memang suka hal-hal yang menenangkan hatinya untuk bisa di penuhi.
“Dik..” Lembut tangan lusuh itu mengusap kepala sang adik.
“Berapa nomer sepatumu?”
“29 kak” mata si adik menatap tajam.
“Kalau kakak belikan ukuran 35, kamu mau pakai tidak?”
“Gak muatlah kalau di pakai kak, belum pas. Belum waktunya pakai ukuran yang segitu. Gak bisa jalan jadinya. Asal jalan lepas. hehehe”
“Nah, itu dia. Iya, itu yang kamu bilang barusan. Belum pas. Belum waktunya.”
“Maksudnya kak?” Terheran. Mata tajam si kecil jernih membingung sendiri.
“Mungkin belum waktunya kamu punya mobil. Pakai barang mewah. Hidup kaya. Belum pas masanya. Entar kamu malah susah kemana-mana. Termasuk susah beribadah. Lepas dan lupa terus sama kewajibannya. Sibuk sama gadget, sama HP, sama jalan-jalannya. Nah, bisa jadi belum pas waktunya kamu bisa begitu. Iman mu termasuk kakak juga, mungkin masih terlalu kecil dan gampang rusak oleh hal-hal begitu. Nanti kita lalai. Gak boleh. Allah gak suka sama orang lalai. Hehe”
“MasyaAllah. Iya. Maafkan De’ kak”
Pemahaman yang tulus. Setulus daun mencintai matahari dalam perjalanannya tumbuh menghijau sendu. Mendidik dan mematangkan proses dengan lembut. Tanpa luka, tanpa paksa, tanpa menyakiti apapun di dalamnya.
Seperti itulah kekuatan prasangka pada sekeping hati yang ia huni. Bila baik tempatnya berpenghuni, maka baiklah keadaannya. Bila buruk, maka buruk pula bentuknya.
Tidakkah kita peka dan ingat akan sabda sang Nabi :
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
            Sebab semua bagian dalam diri kita di tentukan dari kadar baik dan buruknya keadaan hati yang kita punya. Beberapa dari bentuk perilaku-perilaku keras dan tak sopan. Bisa jadi adalah indikasi dari keruhnya hati dan kotornya jiwa. Bisa jadi, itu sebabnya ada orang-orang yang tuli pada nasihat, buta pada kebenaran, dan rusak dalam laku dan perkataan. Na’udzubillahi Mindzalik..
            Menghadapi orang sulit selalu merupakan masalah. Terutama jika orang sulit itu adalah diri kita sendiri. Jika kita merasa bahwa semua orang memiliki masalah dengan kkita, tidakkah kita curiga bahwa diri kit inilah masalahnya?
           
Kala bertemu dengan sahabat tak lagi senikmat menyuap bulir-bulir nasi dalam nampan yang sama. Kala pemberian hanyalah segenggam bara api yang melepuhkan perasaan. Kala kebaikan orang lain bagai duri yang menusuk sadis tubuh kita. Kala nasihat bagai kritik pedas tanpa ampun yang mengoyak gendang telinga. Atau kala senyum bagai pisau yang melukai mata dan memutus urat nadi. Maka tidakkah kita curiga betapa kotornya prasangka dan keruhnya Iman dalam diri kita? 
Menjadi keharusan pada kekuatan prasangka dan sekeping hati, kiranya perlu kita hidupkan suasana yang baik, sehat, dan sesuai dengan aturan yang ada. Mengiramakan mereka dalam dentingan yang merdu akan perintah-perintah dari-nya. Maka kemudian lahirlah hal-hal yang menjadi penopang kebaikan pada laku yang taat. Sejernih prasangka dan sucinya hati. Inilah bulir-bulir keberkahan dalam hidup.
Kita akan selalu terluka sebagai hamba yang di uji imannya, bersabarlah. Dan siapapun yang menyakiti, maka baik pula bila kita do’akan hidayah menghampiri. Bukan menyiramnya dengan hujat dan sumpah serapah, bukan. Do’a itu malah membawa keberkahan. Maka mari mendoakan agar terberkahi luka-luka yang kita rasakan. Agar tersembuhkan sakit-sakit yang menderai batin kita. Akan subur dan sejuk prasangka-prasangka yang kita miliki. Cinta. 
Dan pada prasangka-prasangka yang berlaku dalam Hati dan Pikiran kita. Maka menjaganya agar tetap bening dan bersih adalah secercah dari ikhtiar menjemput keridhoan-Nya. Berhusnudzhon pada Allah, pada saudara, pada sekitar kita, dan pada apa saja yang ada di sekeliling kita. Prasangka baiklah yang menumbuhkan bulir-bulir kebaikan.
Betapa banyak yang kehilangan Cinta, sebab kotornya prasangka. Betapa banyak yang jauh dari kebaikan, sebab keruhnya hati. Betapa banyak yang jauh dari hidayah, sebab jiwa yang tuli. Dan terakhir, betapa banyaknya yang jatuh dan terpuruk sebab iman yang mengerdil, keruh dan lalai dari mengingat-Nya. Cukuplah Naifnya diri ini tidak kita kita tinggikan di atas Iman-iman yang mengerdil. Cukuplah muhasabah kita perbanyak lagi.
Maka mereka pemilik Prasangka yang baik dan Hati yang Jernihlah yang akan senantiasa peka dan kuat bertahan atas apapun terpaan angan-angan, kesulitan, ujian, dan apapun bentuk dari goyangan pada air yang jernih. Sebab tak semua aib orang mampu kita jaga dengan sempurna, demikianpula halnya tentang kita yang tak sepenuhnya orang lain paham benar keadaannya. Luka dan Bahagia adalah rasa, maka hanya para pemilik perasaanlah yang mampu menelaah betapa pelik ia telah melukai, atau seberapa jelitanya ia menoreh tawa. Hanya perasa. Persembahan Cinta yang mulia pada sesama.
Antara Sekeping Hati dan Sejuta Prasangka. Maka di antara keduanya ada kebaikan. Lalu Allah pula bergantung pada prasangka yang kita punya.
Sebagai hamba mari menjadi pembelajar dari sabda sang nabi. Bahwa Abu Hurairah RA meriwayatkan sabda Rasulullah SAW tentang kemuliaan berprasangka baik kepada sang Khalik. 
”Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman, Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya se depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.”(HR Bukhari dan Muslim).
Karena prasangka baik terdapat hikmah yang menarik. Berbaik sangka mendekatkan kita pada yang Maha Esa. Sebaliknya, berprasangka buruk membuat kita terpuruk, jatuh, hina, dan akhirnya rapuh oleh prasangka-prasangka yang kita punya. Berburuk sangka menyebabkan setan berkuasa di hati kita. Menjelma pada laku yang tak taat. Pada maksiat yang menetap. Pada amalan-amalan yang terombang-ambing tiada kepastian. Na’udzubillah mindzalik.
 Kita semua berlindung kepada Allah SWT. Dengan sejernih prasangka, dan setulus nurani pada sekeping hati.

Buletin Edisi 14
Akh Agung Tri Pamungkas

MAKNA SYUKUR DAN SABAR

  Oleh : Jihan Nabila Luqiana   Apa yang terlintas di benak kita tentang makna syukur? Apakah dikatakan bersyukur jika sesuatu yang dikabu...