Malam dingin yang berhembus menghampiri jiwa yang sunyi ini
seakan-akan ingin membisikkan sesuatu ke telinga Syifa. Di
remang-remang malam, Syifa dan Aini berjalan pulang menuju ke rumah. Kebetulan
usai shalat Tarawih tadi, Syifa dan Aini tidak langsung pulang. Syifa dan Aini
menyempatkan diri mengikuti tadarusan di Mesjid. Sehingga, bibinya
Syifa dan yang lainnya duluan pulang ke rumah. Dari
kejauhan, suara tadarusan masih terdengar samar-samar.
“Syifa, besok kita ikut tadarusan lagi yuuuk.! (Ajak Aini dengan semangat)
“ Hayuuk, Syifa pun suka lah tadarusan disana. Ustadzahnya baik, dan suara
ngajinya patut diacungi jempol” ( Balas Syifa tak kalah semangat dari Aini)
“Hhhmm, Aini mau lah kayak ustadzah itu. Banyak orang yang suka, hidupnya
pasti bahagia dunia akhirat”
“ Hahahah...kesambet setan apa sih Aini. Tumben, biasanya pengen jadi
artis, biar banyak yang fans. Kwkwkwk....” (Ledek Syifa)
“iiihhh, Syifa kok gitu. Aini serius loh ini, gak tau kenapa hati Aini
terasa tentram banget lihat Ustadzah tadi” (Pasang muka serius)
“Maa Syaa Allah, akhirnya Aini mengakui juga bahwa tidak ada suara yang
paling menentramkan hati selain lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. . Syifa suka
dengar Aini bilang seperti ini” (Tersenyum bahagia pada Aini)
“Hahaha....ketipu anak orang. Baper amat sih neng jadi orang. Kwkkwkwk”
“Aini....” (teriak Syifa sambil mengejar Aini yang berlari terlebih dahulu)
Sesampai
di halaman rumah, masih terlihat mamanya Aini yang merupakan adik dari mamanya
Syifa berbincang serius dengan bibinya Syifa. Syifa tinggal bersama bibinya,
dan jarak rumah bibinya Syifa dengan rumah Aini tidak terlalu jauh. Sehingga,
silaturahmi keluarga ini cukup terjalin. Tapi, saat kedatangan Aini yang
dikejar Syifa, sontak mengubah suasana. Suasana pembicaraan yang tadi serius
tiba-tiba terdiam dan memandangi kedatangan Aini dan Syifa.
“Bibi sama tante kok jadi pada diam sih, trus pandangi Syifa
seperti itu lagi? Apa ada yang salah sama Syifa tan?” (Tanya Syifa dengan muka
kebingungan dan memperhatikan keadaan dirinya)
“ Ooo..tidak ada yang salah kok Syifa. Tante sama bibi cuma terkejut dengan
kalian berdua. Tumben lama pulang, biasanya imam belum siap baca
doa, Syifa sama Aini udah kabur duluan pulang ” (Jawab tante Syifa dengan nada
agak sedikit terbata-bata.)
“Heheheh....tante bisa aja. Syifa sama Aini tadi ikut tadarusan tan,
makanya agak lama”
“Iya ma, besok Syifa sama Aini mau ikut tadarusan lagi. Ustadzahnya,
beeehhhh...Ajiib” (Sambung Aini dengan mengacungkan kedua jempolnya)
“Maa Syaa Allah, gitu dong. Ini baru namanya putri-putri bibi. Kalo begini
terus, nanti pas lebaran bibi kasih THR lebih deh ” (Balas bibinya Syifa dengan
senyum)
“Horeee....asyik....asyik dapat THR lebih dari bibi kami yang paaaliiiing
comel” (ujar Syifa dan Aini serempak sambil memandangi bibinya)
Bibinya
Syifa dan Aini belum mempunyai anak, sehingga bibinya
Syifa memohon dengan sangat pada mamanya Syifa untuk mengizinkan
Syifa tinggal bersamanya dan bersekolah disana. Sebenarnya Syifa pada awalnya
tidak mau untuk tinggal bersama bibinya, karena Syifa ingin sekolah bersama
teman-temannya. Namun, karena keadaan dan kebaikannya bibinya Syifa, Syifa
terpaksa mau untuk tinggal bersama bibinya.
Perlahan-lahan Syifa pun mulai suka dan merasa nyaman tinggal
disana. Ditambah lagi, Syifa ditemani sepupunya yang seumuran dengannya yang
super kocak dan mengasyikkan. Sehingga waktu berputar terasa cepat bagi Syifa,
Syifa merasa baru kemarin ia masuk ke salah satu sekolah negeri di dekat rumah
bibinya. Tak tahunya sekarang Syifa dan Aini sudah mau masuk kuliah
saja.
Pagi yang begitu cerah menyambut hangatnya persaudaraan antara
Syifa dan Aini . Aini yang datang ke rumah Syifa dengan wajah yang cukup masam
mengundang pertanyaan bagi Syifa.
“ Pagi-pagi lagi muka udah seperti itu sih. Itu muka atau jeruk
purut sih, masam bener” (Tanya Syifa heran)
“Apaan sih Syifa? (balas Aini dengan nada kesal)
“Iihh kok gitu sih neng, pagi itu disambut dengan senyuman dan penuh syukur
karena Allah masih beri kita nafas untuk menjalani hidup. Bukan dengan muka
masam gini, kesannya kayak gak mensyukuri nikmat yang Allah berikan loh Aini ku
sayang” (Jelas Syifa mendekati Aini yang duduk di lantai)
“Ngomongnya enak, tapi jalaninya susah. Aini gak suka lah skenario Allah
buat Aini, Aini udah tiap hari berdoa minta sama Allah agar lulus di
Universitas favorit Aini. Tapi apa? Syifa gak ada yang lulus tuh. Aini malas
jalani hidup ini, Aini benci” (Ujar Aini dengan nada tinggi)
“Astagfirullah Aini sayang. Pantang ngomong gitu, Allah lebih tahu mana
yang terbaik bagi hamba-Nya. Allah pasti ada rencana lain yang lebih indah buat
Aini. Allah lah sang Maha Penentu, yang tau kapan saat yang tepat mengabulkan
harapan paling terbaik bagi hamba-Nya” (Ceramah Syifa dengan muka serius
memandangi Aini)
“iya..iya.. paham ustadzah (dengan suara meledek Syifa sambil ketawa kecil)
“Eehhh..kok ketawa sih, orang lagi serius juga” (balas syifa dengan sedikit
kesal)
“Heheheh...lucu aja liat muka mu fa. Aini gak pernah nyangka ternyata Syifa
yang terkenal manja mampu mengeluarkan kata-kata bijak seperti itu. Oh iya,
kalo Aini liha-lihat ni ya, Syifa ada bibit-bibit jadi ustadzah loh. Pengganti
ustadzah samalam. Kwkwkwk” (Canda Aini)
“ Huuuhh...Aini...Aini. Syifa benar-benarheran deh dengan sifatmu, tadi datang
muka kesal tingkat dewa, eeh sekarang udah ledek Syifa aja. Cepat
amat sih neng moodmu berubah” (Tambah Syifa dengan wajah senang)
“ Ya..iya lah. Aini gitu loh (Nada sombong sambil berkaca menyisir rambut)
Tapi maksud dari perkataan Syifa yang tadi apa, Allah lebih tahu
mana yang terbaik bagi hamba-Nya” tanya Aini
“ Giniloh neng, Sekuat apa pun kita berusaha untuk mendapatkan sesuatu,
jika Allah tidak berkenan. Maka keinginan kita untuk itu tak akan
pernah tercapai. Tapi jika Allah berkehendak, detik ini pun Allah akan berikan
keinginan Aini. Allah tidak mengabulkan permintaan Aini untuk lulus di
Universitas favorit Aini, karena memang itu yang terbaik bagi Aini. Misalnya,
jika Aini diterima di universitas tersebut, bisa saja Aini tidak sanggup pisah dari
tante. Aini belum cukup mandiri menjalani hidup jauh dari orangtua Aini.
Makanya, Allah belum kabulkan keinginan Aini. Insya Allah, dengan waktu yang
tempat Allah akan menjawab semua doa-doa Aini. Pokoknya Aini harus terus
berusaha dan berdoa, jangan pernah menyerah” (jelas Syifa)
“ iya ya Syifa, Aini paham. Aini akan mencoba untuk ikhlas. Makasih yaa
Syifa, Syifa emang paling the best lah, paling paham sama Aini” (mendekat dan
memeluk Syifa)
Disaat
Aini dan Syifa sedang bermanja-manja, tiba-tiba mamanya Aini datang dan
berbicara serius dengan bibinya Syifa. Aini dan Syifa tidak begitu
memperhatikan mama dan bibinya berbicara. Mereka kembali disibukkan dengan
bank-bank soal untuk persiapan tes masuk perguruan tinggi.
“ Syifa siap-siap ya, kita pulang ke rumah Syifa hari ini ya” (Kata Bibi
Syifa dengan wajah sedih dan memandangi Syifa)
“Wah..asyik..asyik pulang ke rumah. Syifa udah kangen banget sama ayah.
Bibi memang paling pengertian deh sama Syifa” ungkap Syifa dengan bahagia.”
“Aini juga mau ikut ya ma”
“iya, kita semua pergi kesana. Tapi bibimu sama Syifa duluan ya, mama sama
Aini menyusul ya nak” Kata mama Aini
Sebenarnya,
Syifa sedikit kebingungan dengan pembicaraan pagi ini. Syifa memang selalu
minta untuk pulang ke rumahnya. Namun bibinya selalu menunda-nunda untuk pergi
ke rumah Syifa, karena disibukkan dengan pekerjaanya.
Terkait
dengan hal tersebut, Syifa merasa ada yang salah dengan permintaan bibinya
untuk pulang ke rumah Syifa. Tapi, Syifa tidak ambil pusing, Syifa
merasa bahwa ini adalah jawaban atas doa-doanya kepada Allah.
Selama
perjalanan pulang, Syifa banyak melamun. Tidak tahu apa yang dipikirkan Syifa.
Begitu juga dengan bibinya Syifa. Wajahnya terlihat sedih dan sedikit khawatir,
sekali-kali dia juga memandangi wajah Syifa yang begitu polos dan pengertian
terhadap orang lain. Bibinya merasa bersalah sama Syifa karena pada sebelumnya
dia tidak mengabulkan permintaan Syifa untuk pulang.
Sesampai
di depan rumah, Syifa melihat di depan rumahnya sangat ramai orang, dia melihat
bendera merah berdiri di rumahnya. Tenda-tenda juga tengah berdiri menyambut
kedatangan Syifa yang malang.
Air
mata Syifa menetes tiada henti, bahkan dia menangis sekuat mungkin tanpa peduli
lagi dengan orang-orang sekitarnya. Syifa teringat semua hal yang ia pikirkan
semalam. Tentang perasaannya yang tidak baik serta sikap bibinya yang tiba-tiba
mengajak Syifa pulang ke rumah. Syifa menangis dengan histeris , kakinya lemah tak
mampu untuk melangkah. Bibi Syifa berusaha untuk menguatkan Syifa.
“Syifa harus kuat sayang, setiap makhluk yang bernyawa pasti akan kembali
kepada Sang Pencipta. Kita juga akan pergi kesana sayang, kita hanya menunggu
giliran saja sayang, Syifa yang kuat yang sayang. Istighfar sayang” (Kuatkan
bibi Syifa sambil memeluk,mendekap dan mencium Syifa dengan tangis
yang tak tertahankan)
“Bibi....apa ini bibi, katakan pada Syifa bahwa ini hanya mimpi bi. Ini
hanya mimpi buruk Syifa bi, katakan bi” (isak Syifa memaksa bibinya)
“Sayang, yang sabar. Syifa harus kuat, ayo kita masuk, Syifa bukannya rindu
sama ayah Syifa, ayoo kita lihat ayah Syifa sayang” ajak bibi Syifa
“Nggak bi, Syifa gak mau masuk bi, Syifa takut menghadapinya bi, Syifa
takut. Kita pulang ke rumah ya bi. Ayo bii, Syifa takut ” kata Syifa menarik
tangan bibinya sambil menetaskan air mata.
Orang-orang
yang disana merasa iba dengan Syifa, mereka turut merasakan apa yang dirasakan
Syifa. Syifa adalah anak yang dikenal baik oleh masyarakat. Syifa juga anak
yang selalu ceria setiap saat, namun seketika Syifa menjadi orang yang paling
menyedihkan. Kebahagiaan yang seharusnya Syifa temukan, malah duka yang
menghampirinya.
Dengan
penuh kesabaran, bibinya Syifa berusaha menenangkan Syifa dan membawa Syifa ke
rumah Syifa. Di rumah Syifa, Syifa melihat sekujur tubuh yang dulu kekar, yang
selalu menjadi pelindung bagi Syifa, terkujur kaku tak
bergerak. Matanya terpejam, senyumnya tetap terpancar seakan-akan
ingin mengatakan bahwa ia telah tenang untuk pergi ke hadapan Allah.
Syifa
kembali histeris, ia memeluk dan mencium sosok yang sangat ia rindukan
tersebut. Tempat ia bermanja-manja dan orang yang menjadikannya sebagai ratu
dalam kerajaan-kerajaan khayalan Syifa, kini diam, terkujur kaku,
dan hanya menantikan doa-doa yang dipanjatkan untuknya.
Syifa tidur di dekat ayah tercintanya yang kini tak bernyawa
sambil memeluknya. Syifa masih tidak percaya bahwa Allah akan mengambil orang
terpenting dalam hidup Syifa begitu Syifa.
“Syifa sayang.... sudah sayang” Suara yang tak asing bagi Syifa, yakni
mamanya.
Syifa menoleh ke belakang, dan Syifa melihat wajah sang mama yang tak mampu
lagi untuk mengeluarkan air matanya, yang penuh harapan dan kekuatan bagi
Syifa.
“Mama....mengapa Allah tega ambil ayah begitu cepat, Syifa belum siap ma.
Syifa belum ikhlas” Tanya Syifa dengan sedih
“Sayang, kalo Syifa benar-benar sayang dan cinta sama ayah Syifa, Syifa
tidak akan bertindak seperti ini. Syifa yang sayang sama ayah pasti akan
mengikhlaskan kepergian ayahnya Syifa. Hanya itu sayang, ayah Syifa tidak butuh
air mata Syifa. Syifa hanya perlu mendoakan dan mengikhlaskan kepergiannya
sayang. Ikhlaskan ayah sayang, biar ayah Syifa tenang” jelas mama Syifa
“ Astaghfirullah, Ya Allah ampuni Syifa Ya Allah, Syifa khilaf. Maaf kan
Syifa yah, maafkan Syifa. Syifa belum menjadi anak yang berbakti dan
membanggakan ayah. Syifa minta maaf ayah. Syifa janji, Syifa akan selalu
mendoakan ayah, semoga ayah ditempatkan di tempat terbaik disisi Allah.” Syifa menghapus
air matanya dan pergi mengambil wudhu. Syifa pun melatunkan ayat-ayat suci
Al-Qur’an yang diwarnai dengan air matanya yang tiada henti menetes yang ia
panjatkan kepada ayah tercintanya.
***
Cerpen Kelas Menulis CDMA
(Luly Febriani)
Sahabathijrah212.blogspot.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar