KEINDAHAN DIBALIK MENAHAN
AMARAH
Dalam kehidupan ini, kita tidak akan pernah
lepas dari sebuah “masalah”, seperti tertimpa musibah, kehilangan sesuatu,
penderitaan, dan kesengsaraan yang tidak hanya mengundang diri untuk bersedih,
melainkan amarah yang seakan membludak dan menguasai diri.
Hal itu disebabkan karena tabiat manusia yang
beragam. Seperti, keras dan tenang, cepat dan lambat, bersih dan kotor, yang
berhubungan erat dengan keteguhan dan kesabarannya saat berinteraksi dengan
orang lain. Orang yang memiliki keteguhan iman akan menelusuri lorong-lorong
hati orang lain dengan respon pemaaf, tenang, dan lapang dada.Harus kita sadari bahwa
realitas hidup yang kita jalani adalah pergulatan menghadapi kesulitan. Tak
seorang pun yang bisa lepas darinya, karena ia telah menjadi milik kita semua.
Kesulitan dan permasalahan merupakan sunnatullah, yaitu suatu hukum yang telah
ditetapkan Allah. Rela atau terpaksa, mau atau tidak, kita pasti akan menghadapi kesulitan tersebut, dengan berbagai
tingkatan dan bobotnya yang berbeda.
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa ada seseorang
berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, berilah aku nasehat.” Beliau
bersabda: “Jangan marah.” Lalu orang itu mengulangi beberapa kali, dan beliau
bersabda: “Jangan marah.” (HR. Bukhari)
Seringkali
kita marah-marah, padahal Rasulullah sangat melarang hal demikian.
Adakalanya kita berdalih dengan alasan kita melakukannya karena agama. Padahal
Allah mengutamakan kebaikan akhlak, bukan kekerasan.
Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Q.S. Ali Imran : 159)Dalam
satu riwayat, seorang Badwi datang untuk bertemu dengan Rasulullah. Dengan
maksud ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda,
"Aku berbuat baik padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak
bagus." Para sahabat merasa tersinggung, lalu mengerumuninya dengan
kemarahan. Namun, Rasulullah memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Rasulullah pulang ke rumah.
Rasulullah pun kembali dengan membawa barang tambahan untuk diberikan ke Badwi.
Rasulullah bersabda pada Badwi itu, "Aku berbuat baik padamu?" Badwi
itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan Tuan, keluarga dan
kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah saw. bersabda
kepada para sahabat, "Nah, kalau pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar
engkau dengar, kemudian engkau tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti
masuk neraka. Namun, karena saya bina dengan baik, maka ia selamat."
Beberapa hari setelah itu, si Badwi mau
diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga
turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.
Rasulullah saw. memberikan contoh kepada kita
tentang berlapang dada. Ia tidak panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang
memang demikianlah karakternya. Kalau pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si
Badwi, tentu hal itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah saw. tidak berbuat
demikian.
Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan
sikap yang ramah dan lemah lembut. Pada saat itulah, Rasulullah ingin
menunjukkan pada kita bahwa kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya
daripada harta benda apa pun.
Adakalanya, Rasulullah saw. juga marah. Namun,
marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena
masalah pribadi melainkan karena kehormatan agama Allah. Rasulullah saw. bersabda,
"Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa), dan memeranginya adalah
kufur (keluar dari Islam)." (HR.Bukhari)
"Bukanlah seorang mukmin yang suka
mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR.
Turmudzi)
Dari hadits di atas jelaslah seseorang yang
pemarah bukanlah orang Islam dan juga bukan orang yang beriman karena
orang-orang takut mendekat dan kena marah olehnya.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan : “Marah
itu bagai binatang buas, bila engkau membebaskannya, ia akan menerkammu.”
3
|
Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika
marahnya berontak, dan mampu menahan diri dikala mendapat ejekan, maka orang
seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya
maupun masyarakatnya.
Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan
subur dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula
rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam
menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan
begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.
Orang yang demikian, akan mampu menguasai
dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak
patut. Wajib baginya, melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari
penyakit-penyakit hati. Seperti, ujub dan takabur, riya, sum'ah, dusta, pengadu
domba dan
Seperti
yang tertuang dalam Alquran Surah Ali Imran ayat 134 : “...dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Selain
itu, untuk meredam amarah kita bisa senantiasa beristighfar dan memohon
perlindungan Allah daripada bisikan syeitan. Bersabarlah. Tahan kemarahan kita.
Jika marah masih menguasai diri, maka segeralah untuk berwudhu.
Buletin Edisi : 03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar